Nasional, Jakarta - Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) menggali kewenangan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum selaku anggota DPR dalam pengadaan paket kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) periode 2011-2012.

"Anas dalam dua hari ini didalami posisinya sebagai angota DPR dan ketua fraksi (Partai Demokrat). Karena pembahasan e-KTP melibatkan sejumlah fraksi termasuk fraksi-fraksi besar saat itu," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Jakarta, Rabu, 11 Januari 2017.

Anas selama empat hari sejak 10 Januari 2017 dititipkan di rumah tahanan Detasemen Polisi Milter Guntur untuk menjalani pemeriksaan terkait dugaan korupsi KTP-E periode 2011-2012.

Baca juga: Kasus E-KTP, Kenapa Peran Setya Novanto Dianggap Penting?

Ia sudah menjalani pemeriksaan pertama pada Selasa 10 Januari 2017 lalu, namun Anas mengaku dikonfirmasi mengenai hal-hal yang tidak ia ketahui.

Anas adalah terpidana kasus tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah dari sejumlah proyek-proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang. Ia sedang menjalani masa pidana selama 14 tahun penjara di lembaga pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung.

"Ada dua sisi yang lebih terang, sisi proses pengadaan kementerian dan bagaimana proyek ini dulu diatur dan siapa saja yang terlihat. Sudah cukup banyak pihak yang dipanggil, ada sekali, dua kali, tiga kali untuk itu kita pastikan rangkaian-rangkaian peristiwa tersebut untuk memperkuat bukti untuk tersangka S (Sugiharto)," jelas Febri.

Simak pula: Kasus E-KTP, KPK Dalami Pertemuan dengan Setya Novanto

Contohnya, KPK pada hari ini memeriksa Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan Kemendagri 2005-2009 A Rasyid Saleh.

"Terkait dengan aliran uang yang kita dalami dari mana saja uraian-uraian unsur-unsur yang merugikan keuangan negara. Ada penikmat-penikmat, baik korporasi yang terkait maupun personal-personal. Kami belum bisa sampaikan siapa saja dan dalam kapasitas apa saja. Memang ada rincian dan uraian dari mana saja kerugian negara Rp 2,3 triliun," tambah Febri.

Mantan bendahara Partai Demokrat M Nazaruddin melalui pengacaranya Elza Syarif pernah mengatakan bahwa proyek KTP-E dikendalikan Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Setya Novanto, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang dilaksanakan oleh Nazaruddin, staf dari PT Adhi Karya Adi Saptinus, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, dan Pejabat Pembuat Komitmen.

Lihat pula: Korupsi E-KTP, Agus KPK: Pelaku Tidak Mungkin Dua Orang

Sudah ada dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.

Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Baca juga: KPK Telusuri Peran Konsorsium di Korupsi E-KTP

Irman dalam perkara ini, diduga melakukan penggelembungan harga dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).

Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi KTP-E itu adalah Rp2,3 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp6 triliun.

ANTARA